Sabtu, 17 Mei 2014

Cerpen "TULISAN TERAKHIR ANNISA"


“TULISAN TERAKHIR ANNISA
Oleh: MIYA



Laki-laki paruh baya itu memandang kabur rintikan hujan yang belum juga reda. Rambutnya tampak memutih meski umurya masih kepala tiga. Pikirannya tak bisa nalar dengan jernih, kejadian demi kejadian yang pernah ia alami mulai menari-nari bak lenong dalam keramaian. Masa lalu yang ingin ia pendam mulai bergelayut dalam otaknya. Seandainya ia bisa memutar waktu yang telah berlalu, mungkin ia masih bisa mendengar tawa itu, suara manja itu dan masih melihat kertas-kertas putih dengan tulisan tinta hitam yang berserakan di rumahnya. Namun itu bukanlah kisah dalam cerita fiksi yang alurnya bisa dirubah-rubah, semua tak akan terulang. tawa itu tak akan terdengar lagi, kertas-kertas yang penuh dengan tulisan tinta hitam tak akan berserakan di ruang tamu. sesosok putri yang paling ia cintai telah pergi, pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Laki-laki itu untuk kesekian kalinya menyeka air mata yang tak henti-henti mengalir di pipinya yang tirus. Pikirannya mengulang kembali kejadian tiga tahun silam, kejadian yang tidak akan pernah bisa ia lupakan seumur hidupnya.

***



Terik matahari menyinari persada bumi Surabaya siang itu. Panas yang menyelimuti kota, debu-debu yang beterbangan akibat padatnya kendaraan yang berlalu-lalang dan menyebabkan polusi udara meningkat. Kendaraan beroda empat penuh berisi kayu-kayu bermuka keras menderu diatas jalan yang juga dipenuhi kendaraan lainnya. Keringat bercucuran diatas tubuh orang-orang yang sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Terlihat dua anak perempuan memakai seragam putih abu-abu yang menaiki sepeda ontel sendiri-sendiri. Kedua anak tersebut sesekali menyeka keringat yang mengucur di dahinya. Kerudung putih yang mereka kenakan tampak lusuh akibat asap kendaraan yang semakin pekat. Sambil mengayuh sepeda salah satu dari mereka membuka percakapan.

Nis, nggak terasa ya akhirnya Ujian Nasional selesai juga hari ini.” Ujar Nelly penuh semangat karena ujian yang menurutnya menjadi momok telah berakhir.

“iya Nell, akhirnya kita bisa bernafas lega” Annisa tak kalah senangnya.

Oh ya, kamu mau kuliah dimana Nis?” tanya Nelly sambil sibuk melihat kekanan dan kekiri jalan. Annisa langsung terkesiap mendengar pertanyaan Nelly. Raut wajahnya seketika berubah muram, pertanyaan yang benar-benar tak ingin didengarnya.

“Entahlah, aku juga bingung.” Annisa menjawab dengan singkat.

“udah mau lulus kok masih bingung Nis, kenapa nggak kuliah sama aku aja? Kita bareng-bareng ambil jurusan sastra. Bukannya dari SMP kita udah bareng?”

Annisa tetap diam tak bergeming mendengar celotehan Nelly. Terbesit rasa iri dalam hatinya, kenapa dirinya tidak segampang Nelly untuk menentukan pilihan? Kenapa semua perjalanan hidupnya penuh dengan peraturan?. Melihat Annisa seperti itu Nelly merasa tak enak hati, ia diam dan mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi. Setiap ditanyakan soal kuliah Annisa tak pernah terlihat senang seperti teman-teman lainnya. Ada rasa penasaran dalam hati Nelly, ada apakah dengan sahabatnya?.  Tak ingin melihat Annisa sedih Nelly pun mengajak Annisa pulang ke rumah.


*****

Di depan rumah yang cukup mewah, dengan mobil alpard merah yang ada didepannya. Annisa menaruh sepeda ontelnya, tepat disamping mobil tersebut. Ayah yang sedari tadi duduk di sebuah sofa berwarna putih dengan bunga mawar merah di atas meja sofa tersebut, rupanya telah menunggu kedatangan anak tunggalnya pulang dari sekolah.

Nisa.” Ayah memanggil Annisa yang sedang berjalan menuju kamarnya.

“Iya ayah, ada apa?”

“duduk sini ayah mau bicara” tangan ayah menepuk-nepuk sofa menyuruh Annisa duduk disampingnya.

“bagaimana ujiannya?” Tanya ayah lembut tapi tegas.

“Alhamdulillah yah lancar” Annisa menjawab sambil tersenyum.

emm.. baiklah Annisa ayah langsung akan berbicara pada pokok permasalahan saja” nada suara ayah terdengar serius.

DEGG .. Annisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Ia sudah tau apa yang akan dibicarakan ayahnya, dan ia tak ingin mendengarnya.

Hari ini, Ujian mu sudah selesai. Setelah pengumuman kelulusan nanti, kamu akan melanjutkan kuliahmu di Malang, dan tentunya fakultas Ekonomi. Ayah ingin kamu menjadi pengusaha yang sukses dan memegang perusahaan ayah, karena hanya kamulah satu-satunya putri ayah yang bisa dibanggakan. Minggu depan Ibu dan ayah akan mengantarmu kesana.” tanpa basa-basi ayah berbicara pada Annisa.

Hening, tak ada sepatah katapun dari mulut Annisa untuk menanggapi kata-kata ayahnya. Pikirannya mulai kacau. Hening….

“Annisa”………

“Annisa… kamu dengar apa yang ayah bicarakan barusan?”

“Iii..iya ayah, Nisa dengar, terserah ayah saja. Nisa akan selalu mengikuti kemauan ayah dan ibu.” Annisa menjawab parau.

“kamu memang anak ayah yang paling baik” ucap sang ayah seraya memeluk tubuh mungil Annisa.

Ada kehangatan dalam pelukan itu. Annisa tersenyum dan membalas pelukan sang ayah.

“maafkan Nisa ayah” lirih Annisa berkata dalam hati. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

Annisa merupakan anak tunggal dikeluarganya. Sejak kecil Nisa senang sekali menulis. Ia selalu mendapat juara saat mengikuti lomba menulis meskipun tanpa sepengetahuan orang tuanya. Namun waktu itu, ayah tahu kalau Annisa sering mengikuti lomba menulis, ayah yang tidak suka seketika langsung merobek semua karya tulis yang dibuat Annisa. Ayah tidak ingin setelah lulus SMA, Annisa menjadi seorang penulis, ayah ingin Annisa menjadi seorang pengusaha yang meneruskan perusahaannya sendiri. Sejak saat itu, Annisa menulis diam-diam karena takut dimarahi ayahnya. Karya yang ia tulis tidak lagi dipublikasikan di facebook maupun blognya.  Setiap malam iya selalu menangis. Bingung dengan keputusan ayahnya, jika tidak menjadi pengusaha, ayah akan sangat marah dan kecewa, ia juga takut penyakit ayahnya kambuh. Tapi, jika keinginannya untuk jadi penulis tidak terpenuhi ia akan menyesal seumur hidup. Bagi Annisa menulis adalah hidupnya, dengan menulis ia bisa mengeluarkan semua inspirasi yang ia punya.

*****

Pagi itu, embun tebal sekali. Sinar matahari tampak sedikit menyusup dicelah-celah jendela rumah besar Annisa. Ayah dan ibu telah duduk siap diruang makan, menunggu putri mereka yang dari tadi tidak kelihatan batang hidungnya.

“Bu, Nisa kok belum keluar kamar? Hari ini kan pengumuman kelulusan, nanti dia bisa telat kalau jam segini belum bangun.” sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ayah bertanya kepada ibu.

“Mungkin dia lagi mandi yah, sebentar ibu panggil.” Ibu pun bergegas menuju kamar Annisa.
Tok,, tok,, tok,,

Tok,, tok,, tok,,

Satu dua kali ibu Annisa mengetok pintu namun tak ada sahutan. Kamar Annisa terdengar begitu senyap dan tenang.

Nisa, bangun sayang, sudah hampir jam 7. Hari ini kamu harus ke sekolah, ada pengumuman hasil Ujian kan.” Ibu terus memanggil, namun tetap tak ada jawaban Tak terdengar suara sedikitpun dari kamar Annisa. Perlahan, sang ibu membuka pintu kamar putri kesayangannya itu. Ketika ibu masuk, tak sadar ibu menginjak darah didekat pintu. Ibu semakin takut dan merasa khawatir, ibu pun meneruskan langkahnya perlahan-lahan mengikuti arah darah yang baru saja diinjaknya. Setelah beberapa langkah………………… ibu terdiam sejenak, kemudian berteriak. AYAHHH!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Ayah bergegas menuju kamar Annisa, “Ada apa bu?” Ibu hanya menangis ketika melihat Annisa yang terbaring kaku dengan tangannya yang dipenuhi darah akibat irisan pisau. Ayahnya yang tampak shock tak bisa lagi membendung air matanya. Ia  pun menangis sambil memeluk jasad Annisa yang sudah tak bernyawa. Diatas meja belajar, ibu menemukan surat yang ditulis oleh Annisa.

Pasung surut. . . . Itulah kehidupan… Ada pro dan ada kontra….

           Ada saatnya kita merasa sedih, dan ada pula saatnya kita merasa senang….

Dan inilah kehidupan Annisa, ayah dan ibu sangat menginginkan Nisa menjadi seorang pengusaha…. Tapi Nisa ingin menjadi seorang penulis, bukan pengusaha. bukankan ibu tau Nisa mengidolakan sesosok CHAIRIL ANWAR? Bukankah ibu yang dulu mengenalkan Nisa pada karya-karya beliau? Sehingga Nisa terinspirasi untuk menjadi penulis. Tapi kenapa ibu diam saja saat ayah memaksa Nisa untuk menjadi seorang pengusaha?....

Bergelut di dunia perkantoran??? Bukankah besar kemungkinan Nisa harus menanggalkan hijab Nisa? Nisa tak sanggup jika harus seperti itu.

Ayah, ibu, kesedihan yang berlarut-larut tidak bisa Nisa tahan terus-menerus….
Nisa juga tidak sanggup jika harus memenuhi permintaan ayah…. maafin Nisa, Nisa bukan anak yang berbakti untuk ayah dan ibu… Mungkin, inilah jalan terbaik untuk Nisa….
Dan ini juga merupakan
TULISAN TERAKHIR” Annisa, ayah tidak perlu marah lagi, nggak akan  ada lagi kertas-kertas dengan tinta hitam diatasnya yang tercecer dirumah, Nisa pergi untuk selamanya,, selamat tinggal ayah, ibu.. Nisa sayang kalian..


0 komentar:

Posting Komentar