“TULISAN TERAKHIR” ANNISA
Oleh: Sumiyatun
Laki-laki paruh baya itu memandang
kabur rintikan hujan yang belum juga reda. Rambutnya tampak memutih meski umurya masih kepala
tiga. Pikirannya
tak bisa nalar dengan jernih, kejadian demi kejadian yang pernah ia alami mulai
menari-nari bak lenong dalam keramaian. Masa lalu yang ingin ia pendam mulai
bergelayut dalam otaknya. Seandainya
ia bisa memutar waktu yang telah berlalu, mungkin ia masih bisa mendengar tawa
itu, suara manja itu
dan masih melihat kertas-kertas putih dengan tulisan tinta hitam yang
berserakan di rumahnya. Namun itu bukanlah kisah dalam cerita fiksi yang
alurnya bisa dirubah-rubah, semua tak akan terulang. tawa
itu tak akan terdengar lagi,
kertas-kertas yang penuh dengan tulisan tinta hitam tak akan berserakan di
ruang tamu. sesosok putri yang paling ia cintai telah pergi, pergi
meninggalkannya untuk
selama-lamanya. Laki-laki
itu untuk kesekian kalinya menyeka air mata yang tak henti-henti mengalir di
pipinya yang tirus. Pikirannya mengulang kembali kejadian tiga tahun silam,
kejadian yang tidak akan pernah bisa ia lupakan seumur hidupnya.
***
Terik matahari menyinari persada
bumi Surabaya siang
itu. Panas yang menyelimuti kota, debu-debu yang beterbangan akibat padatnya
kendaraan yang berlalu-lalang dan menyebabkan polusi udara meningkat. Kendaraan
beroda empat penuh
berisi kayu-kayu bermuka keras menderu diatas jalan yang juga dipenuhi kendaraan lainnya.
Keringat bercucuran diatas tubuh orang-orang yang sedang sibuk dengan urusan
mereka masing-masing. Terlihat dua anak perempuan memakai seragam putih abu-abu yang menaiki
sepeda ontel sendiri-sendiri. Kedua anak tersebut sesekali menyeka keringat
yang mengucur di dahinya. Kerudung putih yang mereka kenakan tampak lusuh
akibat asap kendaraan yang semakin pekat. Sambil mengayuh sepeda salah satu
dari mereka membuka percakapan.
“Nis, nggak terasa ya akhirnya Ujian Nasional selesai juga hari ini.”
Ujar Nelly penuh semangat karena ujian yang menurutnya menjadi momok telah
berakhir.
“iya Nell, akhirnya kita bisa bernafas lega” Annisa
tak kalah senangnya.
“Oh ya, kamu mau kuliah dimana Nis?” tanya Nelly
sambil sibuk melihat
kekanan dan kekiri jalan. Annisa langsung terkesiap mendengar
pertanyaan Nelly. Raut wajahnya seketika berubah muram, pertanyaan yang
benar-benar tak ingin didengarnya.
“Entahlah, aku juga bingung.” Annisa menjawab dengan
singkat.
“udah mau lulus kok masih bingung Nis, kenapa
nggak kuliah sama aku aja? Kita bareng-bareng ambil jurusan sastra. Bukannya
dari SMP kita udah bareng?”
Annisa tetap diam tak bergeming mendengar
celotehan Nelly. Terbesit rasa iri dalam hatinya, kenapa dirinya tidak
segampang Nelly untuk menentukan pilihan? Kenapa semua perjalanan hidupnya
penuh dengan peraturan?. Melihat Annisa seperti itu Nelly merasa tak enak hati,
ia diam dan mengurungkan
niatnya untuk bertanya lagi. Setiap ditanyakan soal kuliah Annisa tak
pernah terlihat senang seperti teman-teman lainnya. Ada rasa penasaran dalam
hati Nelly, ada apakah dengan sahabatnya?. Tak ingin melihat Annisa sedih Nelly pun
mengajak Annisa pulang ke rumah.
*****
Di depan rumah yang cukup mewah, dengan
mobil alpard merah yang ada didepannya. Annisa menaruh sepeda ontelnya, tepat disamping
mobil tersebut. Ayah yang sedari tadi duduk di sebuah sofa berwarna putih
dengan bunga mawar merah di atas meja sofa tersebut, rupanya telah menunggu
kedatangan anak tunggalnya pulang dari sekolah.
“Nisa.” Ayah memanggil Annisa yang sedang berjalan menuju kamarnya.
“Iya ayah, ada apa?”
“duduk sini ayah mau bicara” tangan ayah
menepuk-nepuk sofa menyuruh Annisa duduk disampingnya.
“bagaimana ujiannya?” Tanya ayah lembut tapi
tegas.
“Alhamdulillah yah lancar” Annisa menjawab
sambil tersenyum.
“emm.. baiklah Annisa ayah langsung akan
berbicara pada pokok permasalahan saja” nada suara ayah terdengar serius.
DEGG .. Annisa merasakan jantungnya berdetak
lebih cepat. Ia sudah tau apa yang akan dibicarakan ayahnya, dan ia tak ingin mendengarnya.
“Hari ini, Ujian mu sudah selesai. Setelah pengumuman kelulusan nanti,
kamu akan
melanjutkan kuliahmu
di Malang, dan tentunya fakultas Ekonomi. Ayah ingin kamu menjadi pengusaha yang sukses
dan memegang perusahaan ayah, karena hanya kamulah satu-satunya putri ayah yang
bisa dibanggakan. Minggu depan Ibu dan ayah akan mengantarmu kesana.” tanpa basa-basi ayah berbicara pada Annisa.
Hening, tak ada sepatah katapun dari mulut
Annisa untuk menanggapi kata-kata ayahnya. Pikirannya mulai kacau. Hening….
“Annisa”………
“Annisa… kamu dengar apa yang ayah bicarakan
barusan?”
“Iii..iya ayah, Nisa dengar, terserah ayah saja. Nisa akan selalu mengikuti kemauan ayah
dan ibu.”
Annisa menjawab parau.
“kamu memang anak ayah yang paling baik” ucap
sang ayah seraya memeluk tubuh mungil Annisa.
Ada kehangatan dalam pelukan itu. Annisa
tersenyum dan membalas pelukan sang ayah.
“maafkan Nisa ayah” lirih Annisa berkata
dalam hati. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.
Annisa merupakan anak tunggal dikeluarganya. Sejak kecil Nisa
senang sekali menulis.
Ia selalu mendapat juara saat mengikuti lomba menulis
meskipun tanpa sepengetahuan orang tuanya. Namun waktu itu, ayah tahu kalau Annisa
sering mengikuti lomba
menulis, ayah yang tidak suka seketika langsung merobek semua karya
tulis yang dibuat Annisa. Ayah tidak ingin setelah lulus SMA, Annisa
menjadi seorang
penulis, ayah ingin Annisa menjadi seorang pengusaha yang meneruskan perusahaannya
sendiri. Sejak saat itu, Annisa
menulis diam-diam karena takut dimarahi ayahnya. Karya yang ia tulis tidak lagi
dipublikasikan di facebook maupun blognya. Setiap malam iya selalu
menangis. Bingung dengan keputusan ayahnya, jika tidak menjadi
pengusaha, ayah akan sangat
marah dan kecewa, ia juga takut penyakit ayahnya kambuh. Tapi,
jika keinginannya untuk jadi penulis tidak terpenuhi ia akan menyesal seumur
hidup. Bagi Annisa menulis adalah hidupnya, dengan menulis ia bisa mengeluarkan
semua inspirasi yang ia punya.
*****
Pagi itu, embun tebal
sekali. Sinar matahari tampak sedikit menyusup dicelah-celah
jendela rumah besar Annisa. Ayah dan ibu telah duduk siap diruang makan, menunggu putri mereka yang
dari tadi tidak kelihatan batang hidungnya.
“Bu, Nisa
kok belum keluar
kamar? Hari ini kan pengumuman kelulusan, nanti dia bisa telat kalau jam segini
belum bangun.” sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ayah bertanya kepada
ibu.
“Mungkin dia lagi
mandi yah, sebentar ibu panggil.” Ibu pun bergegas menuju kamar
Annisa.
Tok,, tok,, tok,,
Tok,, tok,, tok,,
Tok,, tok,, tok,,
Satu
dua kali ibu Annisa mengetok pintu namun tak ada sahutan. Kamar Annisa
terdengar begitu senyap dan tenang.
“Nisa, bangun sayang, sudah
hampir jam 7. Hari ini kamu harus ke sekolah, ada pengumuman hasil Ujian kan.” Ibu terus memanggil, namun
tetap tak ada jawaban Tak
terdengar suara sedikitpun dari kamar Annisa. Perlahan, sang
ibu membuka pintu
kamar putri kesayangannya itu. Ketika ibu masuk, tak sadar ibu menginjak darah
didekat pintu. Ibu semakin takut dan merasa khawatir, ibu pun meneruskan langkahnya
perlahan-lahan mengikuti arah darah yang
baru saja diinjaknya. Setelah beberapa langkah………………… ibu terdiam sejenak, kemudian berteriak. “AYAHHH!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Ayah bergegas menuju
kamar Annisa, “Ada apa bu?” Ibu hanya menangis ketika melihat Annisa
yang terbaring kaku
dengan tangannya yang
dipenuhi darah akibat irisan pisau. Ayahnya
yang tampak shock tak bisa lagi membendung air matanya. Ia pun menangis sambil memeluk jasad
Annisa yang sudah tak bernyawa. Diatas meja belajar, ibu menemukan surat yang ditulis oleh
Annisa.
Pasung surut. . . . Itulah kehidupan… Ada pro dan ada kontra….
Ada saatnya
kita merasa sedih, dan ada pula saatnya kita merasa senang….
Dan inilah kehidupan Annisa, ayah dan ibu sangat
menginginkan Nisa menjadi seorang pengusaha…. Tapi Nisa ingin menjadi seorang penulis, bukan pengusaha. bukankan ibu
tau Nisa mengidolakan sesosok CHAIRIL ANWAR? Bukankah ibu yang dulu mengenalkan
Nisa pada karya-karya beliau? Sehingga Nisa terinspirasi untuk menjadi penulis.
Tapi kenapa ibu diam saja saat ayah memaksa Nisa untuk menjadi seorang
pengusaha?....
Bergelut di dunia
perkantoran??? Bukankah besar kemungkinan Nisa harus menanggalkan hijab Nisa?
Nisa tak sanggup jika harus seperti itu.
Ayah, ibu, kesedihan yang berlarut-larut tidak
bisa Nisa tahan terus-menerus….
Nisa juga tidak sanggup jika harus memenuhi permintaan ayah…. maafin Nisa, Nisa bukan anak yang berbakti untuk ayah dan ibu… Mungkin, inilah jalan terbaik untuk Nisa….
Dan ini juga merupakan “TULISAN TERAKHIR” Annisa, ayah tidak perlu marah lagi, nggak akan ada lagi kertas-kertas dengan tinta hitam diatasnya yang tercecer dirumah, Nisa pergi untuk selamanya,, selamat tinggal ayah, ibu.. Nisa sayang kalian..
Nisa juga tidak sanggup jika harus memenuhi permintaan ayah…. maafin Nisa, Nisa bukan anak yang berbakti untuk ayah dan ibu… Mungkin, inilah jalan terbaik untuk Nisa….
Dan ini juga merupakan “TULISAN TERAKHIR” Annisa, ayah tidak perlu marah lagi, nggak akan ada lagi kertas-kertas dengan tinta hitam diatasnya yang tercecer dirumah, Nisa pergi untuk selamanya,, selamat tinggal ayah, ibu.. Nisa sayang kalian..